Beranda | Artikel
29 Mutiara Hikmah Imam Sufyan ats-Tsauri
Sabtu, 28 September 2013

Melebihi Jarak langit dan bumi

Beliau adalah Sufyan bin Sa’id bin Masruq ats-Tsauri. Imam Yahya bin Ma’in mengatakan bahwa Sufyan ats-Tsauri dilahirkan pada tahun 97 H. Beliau mulai menimba ilmu sejak kecil. Yazid bin Harun berkata, “Orang-orang telah mengambil ilmu dari Sufyan ats-Tsauri pada saat beliau berumur 30 tahun.”

Dikatakan bahwa beliau bertemu dengan 130 orang tabi’in dan berguru/mengambil riwayat dari 600 orang lebih. Adapun ulama yang mengambil riwayat dari beliau diantaranya Ibnu Juraij, al-Auza’i, Abu Hanifah, Ibnul Mubarak, Waki’, Abdurrahman bin Mahdi, dan lain-lain.

Pujian Para Ulama

Sufyan bin ‘Uyainah berkata tentang Sufyan ats-Tsauri, “Adalah Sufyan ats-Tsauri sosok ulama yang ilmu seolah-olah senantiasa terpampang di hadapannya, sehingga dia bisa mengambil apa pun yang dia kehendaki dan meninggalkan apa yang tidak dia kehendaki.”

Abdurrahman bin Mahdi berkata, “Tidaklah aku melihat seorang ahli hadits yang lebih kuat hafalannya daripada Sufyan ats-Tsauri.”

Ibnu Rahawaih berkata: Aku mendengar Abdurrahman bin Mahdi menyebut nama  Sufyan, Syu’bah, Malik dan Ibnul Mubarak. Lalu beliau berkata, “Orang yang paling berilmu diantara mereka adalah Sufyan.”

Yahya bin Ma’in berkata, “Sufyan ats-Tsauri adalah amirul mukminin fil hadits.”

Untaian Hikmah dan Nasihat Beliau

Berikut ini sebagian diantara nasehat dan pelajaran yang bisa kita petik dari ucapan dan kisah perjalanan hidup beliau. Semoga bermanfaat.

[1] Beliau berkata, “Pada awalnya, aku menuntut ilmu dalam keadaan belum memiliki niat, kemudian Allah pun memberikan rizki kepadaku niat tersebut.”

Apa yang beliau ucapkan senada dengan perkataan Imam ad-Daruquthni. Imam ad-Daruquthni berkata, “Kami dahulu menimba ilmu bukan karena Allah, namun ia enggan kecuali harus dituntut karena Allah.” (lihat Ma’alim fi Thariq Thalab al-‘Ilmi)

[2] Sufyan ats-Tsauri pernah ditanya, “Dengan apa kamu bisa mengenal Rabbmu?”. Maka beliau menjawab, “Dengan tekad yang memudar dan cita-cita yang gagal tercapai.”

[3] Abu Nu’aim berkata: Aku mendengar Sufyan mengatakan, “Iman itu bisa bertambah dan bisa berkurang.”

[4] Ibnul Mubarak berkata: Aku mendengar Sufyan ats-Tsauri berkata, “Barangsiapa yang meyakini Qul huwallahu ahad adalah makhluk, maka dia telah kafir kepada Allah.”

[5] Sufyan ats-Tsauri berkata, “Barangsiapa yang mengatakan bahwa ‘Ali -bin Abi Thalib- lebih berhak memegang kekuasaan (khalifah setelah nabi, pent) daripada Abu Bakar dan ‘Umar maka dia telah menyalahkan Abu Bakar dan ‘Umar bahkan segenap kaum Muhajirin dan Anshar. Aku pun tidak tahu apakah ada amalnya yang terangkat ke langit ataukah tidak.”

[6] Sufyan ats-Tsauri juga berpesan, “Hendaklah kalian saling berpesan kepada Ahlus Sunnah dengan kebaikan, karena sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang asing.”

[7] Tsabit bin Muhammad berkata: Aku mendengar Sufyan ats-Tsauri berkata, “Jika kamu mampu untuk tidak menggaruk kepala kecuali apabila dilandasi dengan atsar/riwayat maka lakukanlah.”

[8] Waki’ berkata: Aku mendengar Sufyan mengatakan, “Tidaklah aku mengetahui suatu amalan yang lebih utama daripada menuntut ilmu; yaitu bagi orang yang lurus niatnya.”

[9] Sufyan juga mengatakan, “Sesungguhnya ilmu itu dimuliakan di atas selainnya karena dia menjadi sarana untuk bertakwa.”

[10] Beliau juga mengatakan, “Tidak ada suatu amalan yang lebih utama daripada menimba hadits, yaitu apabila lurus niatnya.”

[11] Beliau juga mengatakan, “Tahapan awal menimba ilmu adalah diam. Yang kedua adalah mendengarkan dan menghafalkannya. Yang ketiga adalah mengamalkannya. Yang keempat yaitu menyebarkan dan mengajarkannya.”

[12] Sufyan juga berkata, “Sudah semestinya seorang ayah memaksa anaknya menimba ilmu dan belajar hadits, karena kelak dia harus mempertanggungjawabkan hal itu.”

[13] Sufyan berkata, “Para malaikat adalah penjaga langit, sedangkan as-habul hadits adalah penjaga bumi.”

[14] Beliau berkata, “Seandainya as-habul hadits tidak mendatangiku niscaya akulah yang akan mendatangi rumah-rumah mereka.”

[15] Sufyan ats-Tsauri berkata, “Barangsiapa yang pelit dengan ilmunya pasti akan tertimpa tiga bentuk musibah; bisa jadi dia lupa terhadapnya, atau dia mati dalam keadaan ilmunya tidak bermanfaat bagi orang lain, atau hilang buku-bukunya.”

[16] Sufyan ats-Tsauri berkata, “Tidak ada sesuatu yang lebih bermanfaat bagi umat manusia daripada hadits.”

[17] Beliau juga berkata, “Fitnah/cobaan yang ditimbulkan oleh hadits lebih dahsyat daripada fitnah akibat emas dan perak.”

[18] Sufyan berkata, “Sungguh kenikmatan Allah atas diriku akibat perkara dunia yang dipalingkan dariku itu lebih utama daripada kenikmatan yang ada pada apa-apa [perkara dunia] yang diberikan Allah kepadaku.”

[19] Beliau juga berkata, “Kalian bisa mempercayaiku menjaga Baitul Mal, tetapi jangan mempercayakan kepadaku untuk menjaga budak perempuan berkulit hitam.”

[20] Khalaf bin Tamim berkata: Aku melihat Sufyan ats-Tsauri di Mekah dan pada saat itu banyak sekali penimba ilmu hadits yang berkumpul untuk belajar kepadanya. Maka dia berkata, “Innaa lillahi wa innaa ilaihi raji’uun. Aku khawatir Allah telah menyia-nyiakan umat ini; sampai-sampai umat manusia membutuhkan orang seperti diriku.”

[21] Ahmad bin Hanbal berkata: Dahulu apabila dilaporkan kepada Sufyan ats-Tsauri bahwa ada yang bermimpi melihat beliau -dalam keadaan mendapatkan kemuliaan- maka beliau berkata, “Aku lebih mengenali diriku daripada para pemilik mimpi itu.”

[22] Abu Usamah menceritakan: Orang yang senantiasa memperhatikan keadaan Sufyan niscaya dia akan melihat seolah-olah Sufyan sedang berada di atas kapal yang dia khawatir kapal itu akan tenggelam. Betapa seringnya kami mendengar belliau berkata, “Ya Allah, selamatkanlah, selamatkanlah.”

[23] Qobishoh berkata tentang Sufyan, “Tidaklah aku melihat orang yang lebih banyak mengingat kematian daripada beliau.”

[24] Muzahim bin Zufar berkata, “Suatu saat Sufyan mengimami kami sholat maghrib. Tatkala beliau sampai pada ayat Iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’in, maka beliau pun menangis, kemudian beliau mengulangi bacaannya dari Alhamdulillah, dst.”

[25] al-Firyabi berkata, “Suatu ketika Sufyan sedang sholat, lalu dia berpaling kepada seorang pemuda. Kemudian beliau berkata kepadanya, “Jika kamu tidak sholat sekarang -di dunia- lantas kapan lagi?”.”

[26] Sufyan juga mengatakan, “Aku terhalang dari sholat malam selama lima bulan gara-gara sebuah dosa yang pernah aku lakukan.”

[27] Abu ‘Ashim berkata: Aku pernah bertanya kepada Sufyan, “Siapakah manusia yang sejati?” Beliau menjawab, “Para ulama.” Aku berkata, “Siapakah raja yang sebenarnya?” Beliau menjawab, “Orang-orang yang zuhud.” Aku berkata, “Siapakah orang-orang yang rendah?”. Beliau menjawab, “Orang yang tidak peduli dengan apa pun yang dia ucapkan dan tidak peduli dengan kritikan orang kepada dirinya.”

[28] Abdurrahman bin Mahdi berkata: Sufyan mengatakan, “Tidak boleh taat kepada kedua orang tua dalam perkara-perkara syubhat.”

[29] Sufyan juga mengatakan, “Barangsiapa yang kelaparan lalu tidak mau meminta -kepada orang- sampai akhirnya mati, maka dia masuk neraka.”


Artikel asli: https://www.al-mubarok.com/29-mutiara-hikmah-imam-sufyan-ats-tsauri/